Wasitya D.Anggoro

Selasa, 19 April 2011

Di sebuah daerah peternakan, hiduplah seorang petani bersama dengan istrinya. Mereka berdua sudah tua dan tinggal di sebuah rumah sederhana. Setiap hari, petani dan istrinya bekerja di ladang yang letaknya tidak jauh dari rumah. Selain memiliki ladang, mereka juga mempunyai seekor lembu, seekor kambing, dan seekor ayam.

Suatu hari, hasil panen yang disimpan di rumah sering rusak dan bahkan berkurang. Setelah diselidiki, ternyata ada seekor tikus yang sering memakan hasil panen mereka.

Si tikus tentu saja senang karena ada banyak makanan yang bisa dimakan. Namun tidak demikian halnya bagi petani. Dengan munculnya tikus, tentu akan membuatnya rugi.

Petani tersebut tidak tinggal diam. Ia mulai memasang perangkap yang di dalamnya berisi makanan untuk menangkap tikus itu. Bukan hanya satu, melainkan ada banyak sekali perangkap yang dipasang di setiap sudut rumah. Hal ini membuat tikus menjadi sedih dan gelisah. Hal ini berarti ia akan kesulitan mencari makanan. Sekali masuk perangkap, maka ia akan mati.

Kemudian tikus pergi mencari ayam. Ia bertanya, "Ayam, aku sekarang tidak bisa mendapatkan makanan lagi karena makanan itu ada perangkapnya. Aku iri padamu karena setiap hari diberi makan. Sedangkan aku harus bersusah payah mencari makan di tempat lain. Aku tidak bisa lagi mendapat makanan di rumah petani itu."

Mendengar keluhan tikus, ayam pun mengejek, "Sungguh malang nasibmu. Siapa suruh kamu jadi tikus! Terima saja nasibmu. Maaf, aku tidak bisa membantumu."

Si tikus pun berlalu meninggalkan ayam. Kemudian ia pergi mencari kambing.

Setelah bertemu dengan kambing, si tikus mencurahkan keluhannya pada kambing.

Si kambing juga memberikan ejekan pada si tikus, "Kasihan sekali dirimu, harus bersusah payah mencari makan. Kamu memang malang. Tidak seperti diriku yang selalu dirawat dan diberi makan. Hidupku sekarang tenang-tenang saja. Apa boleh buat, terima saja nasibmu itu."

Kecewa dengan perkataan kambing, si tikus pun pergi. Selanjutnya ia pergi mencari lembu untuk meminta tolong. Namun, jawaban yang didapat juga mengecewakan.

Si lembu berkata, "Aku benar-benar tidak bisa menolong kamu. Terima saja keadaan ini."
Si tikus bersedih karena merasa tidak seberuntung ayam, kambing, dan lembu. Hidup mereka sungguh enak, bisa makan dan hidup tenang. Sedangkan dirinya setiap saat dalam bahaya karena perangkap telah menunggunya. Jika tidak berhati-hati, maka tamatlah riwayatnya.

Keadaan sulit ini terus berlangsung selama setahun, sampai suatu hari, istri si petani terserang penyakit berat. Hal ini bisa dimaklumi mengingat istrinya sudah tua. Tentu saja tubuhnya menjadi lemah dan sering sakit-sakitan.

Karena istrinya sakit, petani itu hendak membuatkan sup ayam untuknya. Maka, ia mengambil ayam yang ada di rumahnya dan memotong ayam itu untuk dijadikan sup. Tamatlah riwayat ayam tersebut.

Semakin hari, kondisi istrinya semakin memprihatinkan. Kesehatannya terus memburuk. Petani itu pun sadar bahwa istrinya sudah tidak tertolong lagi. Sebagai permintaan terakhir, istrinya ingin sekali makan daging kambing. Ia sudah lama tidak mencicipinya.

Petani itu mengabulkan permintaan istrinya. Kebetulan di rumahnya ada seeokor kambing peliharaan. Maka, dipotonglah kambing itu untuk dimasak. Tamatlah riwayat kambing itu mengikuti jejak ayam.

Selang beberapa hari, istri si petani menghembuskan nafasnya yang terakhir. Penyakit yang dideritanya sudah sedemikian parah dan tidak bisa disembuhkan lagi. Kepergian istrinya membuat si petani menjadi amat sedih. Para tetangganya juga ikut bersedih. Mereka datang ke rumah petani itu untuk menyampaikan rasa turut berduka cita.

Untuk melayani para tamu yang melayat, petani itu menghidangkan makanan pada mereka. Kali ini, yang menjadi korban adalah lembu peliharaannya. Petani itu memotong lembu untuk dijadikan hidangan bagi para tamu yang datang. Lembu yang malang itu terpaksa harus kehilangan nyawa.

Setelah mengetahui kabar mengenai ayam, kambing dan lembu, si tikus menjadi sangat sedih. Namun di sisi lain, ia juga bersyukur karena ia masih bisa hidup meski harus bersusah payah mencari makan.

Ia merasa beruntung karena tidak akan dipotong seperti yang terjadi pada ayam, kambing dan lembu. Ia bersyukur masih bisa hidup sampai saat ini. Melalui kejadian itu, si tikus lebih menghargai hidupnya. Ia sadar meskipun merasa malang, ternyata ada yang lebih malang dari dirinya.


Pesan kepada pembaca:

Banyak orang yang pada saat tertimpa kemalangan merasa dirinya orang paling menderita di muka bumi. Berbagai kesulitan dalam hidup dimaknai sebagai ketidakadilan yang menimpa dirinya.

Namun ingat, segala sesuatu yang terjadi tidak berarti baik atau buruk. Itu semua tergantung dari cara Anda melihat dan memberi makna pada sesuatu. Jika Anda merasa diri Anda paling menderita, ingatlah banyak orang yang mungkin jauh lebih menderita.

Anda mungkin sering mengeluh, merasa diri tidak seberuntung orang lain. Ingatlah bahwa banyak orang yang jauh lebih tidak beruntung dibandingkan Anda. Mereka yang tidak beruntung memiliki masalah yang jauh lebih besar. Mereka mungkin sedang berjuang melawan kondisi kehidupan yang jauh lebih parah daripada Anda. Bahkan banyak diantara mereka yang tetap tegar dan tenang dalam menjalani kehidupan mereka. Meskipun badai besar sedang menerpa, mereka berani menghadapi hidup ini dengan ketabahan tanpa keluhan. Jika memang begitu, apakah Anda masih menganggap diri paling menderita?

Bukankah di balik setiap kesulitan, tetap ada hal-hal positif yang bisa Anda syukuri dalam hidup ini? Siapa tahu, suatu saat nanti, setiap kesulitan yang Anda hadapi ternyata membawa Anda menuju hidup yang lebih baik. Saat itulah, Anda akan mensyukurinya.



Ada kegagalan yangsukses dan ada kegagalan yang gagal. Kegagalan jenis pertama adalah syarat mutlak sebuah sukses, sementara kegagalan kedua adalah kekonyolan hidup. Jika yang pertama serupa humus bagi tanaman, yang kedua adalah karat bagi besi. Baik humus maupun karat berpusat pada satu sumber: perilaku. Ada perilaku yang menyuburkan, ada perilaku yang mematikan. Amat berbahaya jika kematian itu berlangsung pelan karena akan membuat korban tenteram di tengah bahaya. Ketika ia tersadar, semuanya sudah percuma. Itulah watak karat yang mengikis besi demikian intens dan pasti.

Maka, marilah melihat jenis perilaku hidup apa saja yang membuat hidup berkarat itu. Saya akan melihat diri sendiri saja biar lebih mudah mencari contoh kasus. Misalnya, malu sekali saya jika mengingat segenap karat baik yang sudah saya lalui maupun yang masih saya lakukan hingga kini. Saat SMP saya pernah gagal menjadi bendahara arisan kelas, karena duit arisan itu ternyata cuma saya habiskan untuk jajan pelan tapi pasti.

Saya memarahi habis-habisan diri sendiri atas perilaku ini. Tidak mudah karena bahkan untuk marah kepada diri sendiri, butuh usaha demikian keras. Jika cuma mengandalkan sanksi pihak lain rasanya tak banyak berarti. Semua jenis sanksi rasanya kecil saja di hadapan hati yang sedang gelap. Sanksi paling efektif ternyata harus bersumber dari kesadaran saya sendiri. Dan kesadaran pertama itu ternyata bukan rasa takut, tetapi rasa malu. Dan malu yang paling menggugah bukanlah malu pada pihak lain tetapi malu kepada diri sendiri.

Saya ingat bagaimana mekanisme malu ini dimulai. Pertama saya disadarkan pada keterbatasan tampang saya sendiri. Walau tidak jelek-jelek amat, tampang saya lebih dekat ke jelek ketimbang ganteng. Di waktu kecil kejelekan itu malah terasa sekali. Bahkan tanpa harus berbuat aib dan salah pun saya sudah biasa grogi tampil dengan tampang pas-pasan ini. Lalu apa jadinya jika sudah tampang rusak, kelakuan ikut pula rusak? Pertanyaan ini tampaknya sederhana, tapi efeknya fundamental sekali. Pelan-pelan ada dorongan bahwa saya tidak ingin jelek dua kali. Jelek tampang, jelek laku. Saya tidak mungkin mengubah tampang, tapi saya pasti bisa mengubah perilaku.

Membayangkan bahwa saya yang jelek adalah saya yang juga seorang penipu, sungguh menumbuhkan rasa malu yang pekat. Lalu apalagi yang tersisa dalam hidup saya ini jika seluruh nilai itu semuanya rusak. Rasa malu itu saya naikkan intensitasnya dari waktu ke waktu hingga di hari ini. Hasilnya, walau saya tidak bisa menarik kesalahan saya di masa lalu, setidaknya, rasa malu itu membuat saya sanggup meminta maaf di hari ini. Tapi yang terpenting, saya bisa mencegah agar kesalahan yang sama tidak lagi terjadi di hari ini.

Manajemen malu semacam itu sungguh mengubah hidup dan perubahan ini rasanya tidak akan lahir kalau saya tidak pernah membuat aib itu. Jadi ada jenis kegagalan dan bahkan aib sekali pun yang dilahirkan sebetulnya cuma untuk membelokkan manusiake arah yang lebih baik. Jika Anda berhadapan jalan buntu, itulah kesempatan bagi Anda untuk berpikir tentang jalan baru. Itulah kegagalan yang sukses. Jadi kegagalan itu bukan cuma penting, tapi harus. Karena sifatnya yang "harus" inilah, sebuah kegagalan harus disambut dengan tenang dan kalau perlu layak disyukuri. Karena sekali lagi, jika seseorang menemukan jalan buntu, justru itulah saatnya ia harus menemukan jalan baru.

Tapi pernahkah Anda melihat kegagalan yang cuma membuahkan kegagalan baru? Banyak sekali. Di tengah gempuran mal dan minimarket misalnya, jelas bahaya sedang mengepung aneka warung kelontong dari segenap penjuru. Untuk bertahan hidup saja, jelas mereka sudah membutuhkan usaha amat keras. Apalagi jika ia hendak bersaing dan maju. Ia pasti butuh memacu diri habis-habsian. Tetapi jangankan memacu diri, yang terjadi malah banyak sekali gerakan yang mempercepat kematiannya sendiri.

Karena alasan tertentu, sebenarnya saya masih suka belanja di warung kelontong tak peduli betapa sederhana keadaan mereka. Tempatnya yang kusam dan lampu-lampunya yang muram. Tapi saya tegaskan, kepada mereka saya tak meminta banyak (karena itu tak mungkin), cukup asalmereka ramah kepada pembeli, itu saja. Tetapi betapa ada saja penjual yang bahkan keramahan saja tak punya, padahal itulah dagangan terakhir mereka. Jika bahkan peluru terakhir tak lagi dimilki, saya tak melihat ada kemungkinan lagi kecuali terpaksa membiarkannya mati. Itulah kegagalan yang gagal. Kegagalan yang tidak membelokkan arah tetapi sekadar mempertajam arahnya yang telah salah. Contoh yang lebih jelas ialah dengan cara membayangkan orang yang sedang ingin melunasi utang tetapi tidak dengan cara membayarnya melainkan cukup dengan mengeroyok penagihnya. Percayalah, utang orang ini pasti akan beranak-pinak begitu banyaknya, bahkan bersiap memasuki wilayah yang tak terduga.


Rabu, 13 April 2011

"Untuk melompat lebih jauh, kita perlu mundur beberapa langkah dahulu."


Sahabat,

Kalimat ini pernah kita dengar ketika kita mengikuti pelajaran olah raga di bangku sekolah. Ternyata kita juga bisa menggunakan teroi ini dalam kehidupan kita. Ada kalanya seorang manusia merasakan lelah, tidak fokus, bingung, marah dan lain-lain. Dalam keadaan negatif seperti itu, apapun yang kita lakukan tidak akan memberikan hasil yang maksimal. MASALAH APABILA DISELESAIKAN DENGAN EMOSI, MAKA EMOSI PULA HASIL YANG DIDAPATKAN.

Pengalaman membuktikan, apabila dua orang yang saling memiliki ikatan baik pernikahan, pertemanan maupun pekerjaan di mana salah satunya sedang mengalami masalah terhadap yang lain maka apabila dilawan dengan emosi, malah akan semakin memperburuk keadaan. Tidak ada titik temu dari masalah yang dihadapai. Dalam hal ini, sebaiknya salah satu mengalah dan mencoba mendengarkan secara bijak masalah apa yang sedang dihadapi oleh pasangannya. Bukan menyerah, tapi mengalah untuk berpikir. Inilah yang saya maksud sebagai "mundur" beberapa langkah.

Sahabat,

"Mundur" bukan berarti kita menyerah menghadapi masalah. Namun seperti ketika akan melompat, kita membutuhkan konsentrasi yang tinggi serta menghimpun kekuatan agar memiliki daya dorong yang cukup sehingga lompatan yang didapatkanpun akan semakin jauh. Begitu juga dalam menghadapai masalah apapun, kita tidak harus menyelesaikannya dengan terburu-buru. Tindakan buru-buru akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga berpotensi untuk menjadi masalah di kemudian hari.

Dalam menggapai kesuksesanpun, terkadang kita menghadapai berbagai hambatan. Bahkan, biasanya orang terdekat kitalah yang sering sekali menjadi penghambat untuk sukses, karena kesuksesan itu membutuhkan impian yang besar yang sering dianggap mustahil oleh orang lain. Karena tidak ingin anaknya kecewa, biasanya orang tua membatasi anaknya untuk berpikir besar. Hal-hal seperti inilah yang membutuhkan waktu dan perenungan yang mendalam. Cara mengatasi masalah seperti ini harus dipikirkan secara bijak bukan dengan buru-buru agar orang lain mau menerima dan mendukung kita. Selesaikan dahulu faktor yang mungkin bisa menghambat dengan penyelesaian yang baik, agar kita bisa lebih Fokus dalam menggapi cita-cita.

Sahabat,

Mundur bukan berarti kalah, tetapi untuk mempersiapkan segala sesuatu agar lebih terarah dan terencana dengan baik. Menyusun kembali cita-cita, merencanakan bagaimana menggapainya, melakukan apa yang telah direncanakan dan adakan evaluasi terus menerus untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan begitu, saya yakin hasil yang akan didapatkanpun akan semakin baik dan indah.

Semoga bermanfaat,
Firman Erry Probo

Minggu, 10 April 2011

Saat kita terbangun di pagi yang cerah terdapat dua pilihan yang harus kita pilih, yaitu melanjutkan mimpi indah kita ATAU membuat impian kita menjadi kenyataan yang indah. Kebanyakan orang hanya menganggap mimpi adalah suatu hal yang sepele dan hanyalah khayalan semata. Seharusnya mimpi yang kita punya jangan hanya dijadikan sebuah khayalan saja, tapi jadikan juga sesuatu tujuan (goal) yang ingin kita raih dan kita idam-idamkan untuk menjadi kenyataan di masa depan atau bisa kita sebut dengan IMPIAN. Kita harus mengubah mimpi kita menjadi impian, karena apabila menjadi sebuah impian kita bertekad dengan sungguh-sungguh dalam menggapainya.

Tapi perlu diketahui bahwa mimpi yang sudah menjadi impian pun tidak ada artinya apabila tidak ada usaha untuk merealisasikannya menjadi kenyataan. Bangunlah dari tidur kita lalu capai dan raihlah impian kita! Saya pernah mendengar kata yang sangat menginspirasi dari film Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yaitu, "Bukanlah seberapa besar mimpi Anda, tapi seberapa besar Anda untuk mimpi Anda."

Seringkali kita dengar, "Kalau mimpi jangan tinggi-tinggi 'Bro! Kalau jatuh nanti sakit!" Banyak orang yang tidak berani bermimpi dan memiliki impian tinggi karena kalau jatuh sakit. Sebenarnya tidak ada salahnya memiliki mimpi setinggi mungkin, asal kita bisa mengubahnya menjadi sebuah impian dan punya komitmen yang kuat dalam menggapainya. Banyak orang yang bermimpi setinggi mungkin tapi tidak menjadikannya sebuah impian, sehingga mimpi tersebut hanyalah menjadi angan-angan belaka. Ada juga yang sudah punya impian tapi tidak punya komitmen yang kuat, sehingga saat ada 1 orang saja meremehkannya malah langsung 3D (Drop, Down, Desperate) padahal ia tidak menyadari ada 100 orang yang mendukung mimpinya. Percayalah saat 1 pintu tertutup, masih ada 100 pintu terbuka. Hanya saja terkadang kita sudah 3D dulu sebelum menemukan 100 pintu terbuka itu. Saat kita punya komitmen, jatuh dari impian setinggi apapun hanya terasa seperti tersandung batu kerikil.
 

Simak kisah nyata dari Kolonel Sanders! Impiannya untuk membangun suatu restoran dengan konsep franchise ditolak oleh ribuan orang, dan pada orang ke-1007 barulah mimpinya diterima. Teman-teman, bayangkan komitmen dari Kolonel Sanders begitu kuat! Jatuh-bangkit sampai ribuan kali pun ia tetap memiliki komitmen sekeras baja. Maka dari itu, bermimpilah lalu ubahlah menjadi sebuah impian dan berkomitmenlah pada impian kita tersebut.

Semua orang-orang sukses di dunia tidak akan pernah sukses tanpa punya mimpi di awal karirnya. Karena saat kita bertekad untuk mau menjadi orang sukses, yang PALING penting itu bukanlah berani gagal, take action, bangkit setelah jatuh, mental baja. Bagaimana kita mau melakukan itu semua kalau mimpi dan tujuan belum ada? Maka yang paling penting, pertama kali, adalah PUNYA MIMPI. Tanpa adanya mimpi dan impian dari Thomas Alva Edison, Wright bersaudara, Graham Bell dan Albert Einstein sekarang manusia di bumi mungkin tidak mengenal yang namanya lampu bohlam, pesawat terbang, telepon dan teori relativitas. Itu mengatakan bahwa segala sesuatu berawal dari mimpi.
 


Ada suatu kisah menarik dari seorang legenda basket dari Amerika yaitu Michael Jordan, berawal dari mimpi yang dijadikannya sebuah impian yaitu menjadi seorang pemain basket terkenal. Suatu hari dengan impian dan tekad yang kuat, ia mengikuti perkemahan basket. Di sana ia sangat memukau, Michael memiliki kecepatan dan ketepatan melempar bola sangat akurat. Tidak ada satu orang peserta yang dapat menghentikannya dan ia pun yakin kalau ia akan lolos masuk ke tim basket universitasnya. Sampai pada akhir dari perkemahan, pelatihnya mengatakan bahwa Michael tidak dapat lolos ke tim basket karena tingginya kurang untuk seorang pemain basket. Seharian ia menangis dan menyendiri, sampai ia sadar dan bertekad bahwa impiannya harus dapat tercapai. Ia akan membuktikkan kepada pelatih basketnya bahwa ia pantas masuk tim basket!

Pada saat libur musim panas, setiap hari ia berlatih di gedung olahraga sekolahnya dengan tidak kenal lelah, ia juga sering bergelantungan di ring basket agar tingginya menambah. Setahun kemudian, tinggi Michael bertambah 10 cm dan saat ada seleksi pemilihan anggota tim basket ia mengikuti seleksi tersebut. Pelatih universitasnya dengan tidak ragu memasukan Michael ke dalam tim basket. Sampai akhirnya ia menjadi seorang pebasket legendaris yang tidak akan pernah dilupakan semua pecinta basket. Kejadian itulah yang membuat Michael memiliki kepribadian yang kuat dan komitmen tinggi.

"Saat 1 pintu tertutup, saya percaya masih ada 100 pintu yang terbuka". Walaupun Michael gagal dalam perkemahan basket tersebut, ia tidak mengakhiri impiannya. Ia tetap berjuang demi meraih impiannya menjadi seorang pemain basket, sampai pada akhirnya sebuah pintu pun terbuka untuk Michael. Moto hidup Michael adalah "Saya bersedia menerima kegagalan. Setiap orang pernah gagal. Tapi saya tidak mau jika saya tidak mencoba!"

Pernahkah suatu kali impian kita diremehkan orang lain? Tapi percayalah bahwa orang yang berkata seperti itu tidak pernah bermimpi, makanya hidupnya 'gitu-gitu aja'. Dunia mimpi adalah dunianya orang sukses! Saya sangat percaya akan hal itu. Tapi saat kita memiliki impian, jangan setengah-setengah, jangan tanggung-tanggung!

Semoga impian Anda, saya, dan kita semua yang sedang membaca artikel ini menjadi kenyataan. Apapun mimpi kita jadikanlah sebuah impian dan percayalah kalau impian adalah awal dari kesuksesan kita semua. Seperti dalam lirik lagu Laskar Pelangi, "Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia". Selamat bermimpi para pemimpi


from:http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_anda/3934/Kekuatan_Sebuah_Impian/ 
Lulusan STM bangunan ini mengawali bisnisnya hanya dengan dua gerobak. Kini, ia memiliki 10 pabrik dan 2.000 outlet Edam Burger yang tersebar di seluruh Indonesia. Segalanya tentu tak mudah diraih. Bahkan, ia pernah menjalani hidup yang keras di Jakarta.
(Di rumah mungil di kawasan Perumnas Klender, Jakarta Timur, belasan pegawai berkaus merah kuning terlihat sibuk. Roti, daging, sosis, hingga botol-botol saus kemasan bertuliskan Edam Burger disusun rapi dalam wadah-wadah plastik siap edar. Seorang lelaki bercelana pendek berhenti bekerja, lalu keluar menyambut NOVA.
Pembawaannya sederhana, tak ubahnya seperti pegawai lain. Sambil tersenyum hangat, ia pun memperkenalkan diri. “Aduh maaf, ya, saya tidak terbiasa rapi, hanya pakai oblong dan celana pendek,” tutur Made Ngurah Bagiana, sang pemilik Edam Burger. Beberapa saat kemudian, Made bercerita.)
Terus terang, saya suka malu dibilang pengusaha sukses yang punya banyak pabrik dan outlet. Bukan tidak mensyukuri, tapi saya hanya tak mau dicap sombong. Saya mengawali semua usaha ini dengan niat sederhana: bertahan hidup. Makanya, sampai sekarang saya ingin tetap menjadi orang yang sederhana. Sesederhana masa kecil saya di Singaraja, Bali.
Orang tua memberi saya nama Made Ngurah Bagiana. Saya lahir pada 12 April 1956 sebagai anak keenam dari 12 bersaudara. Sejak kecil, saya terbiasa ditempa bekerja keras. Malah kalau dipikir-pikir, sejak kecil pula saya sudah jadi pengusaha. Bayangkan, tiap pergi ke sekolah, tak pernah saya diberi uang jajan. Kalau mau punya uang, ya saya harus ke kebun dulu mencari daun pisang, saya potong-potong, lalu dijual ke pasar.
Menjelang hari raya, saya pun tak pernah mendapat jatah baju baru. Biasanya, beberapa bulan sebelumnya saya memelihara anak ayam. Kalau sudah cukup besar, saya jual. Uangnya untuk beli baju baru. Lalu, sekitar usia 10 tahun, saya harus bisa memasak sendiri. Jadi, kalau mau makan, Ibu cukup memberi segenggam beras dan lauk mentah untuk saya olah sendiri.
PENSIUN JADI PREMAN
Begitulah, hidup saya bergulir hingga menamatkan STM bangunan tahun 1975. Bosan di Bali, saya pun merantau ke Jakarta tanpa tujuan. Saya menumpang di kontrakan kakak saya di Utan Kayu. Untuk mengisi perut, saya sempat menjadi tukang cuci pakaian, kuli bangunan, dan kondektur bis PPD.

Kerasnya kehidupan Jakarta, tak urung menjebloskan saya pada kehidupan preman. Bermodal rambut gondrong dan tampang sangar, ada-ada saja ulah yang saya perbuat. Paling sering kalau naik bis kota tidak bayar, tapi minta uang kembalian. (Sambil berkisah, Made terbahak tiap mengingat pengalaman masa lalunya. Berulang kali ia menggeleng, lalu membenarkan letak kacamatanya).
Toh, akhirnya saya pensiun jadi preman. Gantinya, saya berjualan telur. Saya beli satu peti telur di pasar, lalu diecer ke pedagang-pedagang bubur. Ternyata, usaha saya mandeg. Saya pun beralih menjadi sopir omprengan. Bentuknya bukan seperti angkot ataupun mikrolet zaman sekarang, masih berupa pick-up yang belakangnya dikasih terpal. Saya menjalani rute Kampung Melayu - Pulogadung - Cililitan.
Tahun 1985, saya pulang ke kampung halaman. Pada 25 Desember tahun itu, saya menikah dengan perempuan sedaerah, Made Arsani Dewi. Oleh karena cinta kami bertaut di Jakarta, kami memutuskan kembali ke Ibu Kota untuk mengadu nasib. Kami membeli rumah mungil di daerah Pondok Kelapa. Waktu itu saya bisnis mobil omprengan. Awalnya berjalan lancar, tapi karena deflasi melanda tahun 1986-an, saya pun jatuh bangkrut. Kerugian makin membengkak. Saya harus menjual rumah dan mobil. Lalu, saya hidup mengontrak.
NYARIS TERSAMBAR PETIR
Titik cerah muncul di tahun 1990. Saya pindah ke Perumnas Klender. Tanpa sengaja, saya melihat orang berjualan burger. Saya pikir, tak ada salahnya mencoba. Saya nekad meminjam uang ke bank, tapi tak juga diluluskan. Akhirnya saya kesal dan malah meminjam Rp 1,5 juta ke teman untuk membeli dua buah gerobak dan kompor.

Bahan-bahan pembuatan burger, seperti roti, sayur, daging, saus, dan mentega, saya ecer di berbagai tempat. Dibantu seorang teman, saya menjual burger dengan cara berkeliling mengayuh gerobak. Burger dagangannya saya labeli Lovina, sesuai nama pantai di Bali yang sangat indah.
Banyak suka dan duka yang saya alami. Susahnya kalau hujan turun, saya tak bisa jalan. Roti tak laku, Akhirnya, ya, dimakan sendiri. Masih untung karena istri saya bekerja, setidaknya dapur kami masih bisa ngebul. Pernah juga gara-gara hujan, saya nyaris disambar petir. Ketika itu saya tengah memetik selada segar di kebun di Pulogadung. Tiba-tiba hujan turun diiringi petir besar. Saya jatuh telungkup hingga baju belepotan tanah. Rasanya miris sekali.
Di awal-awal saya jualan, tak jarang tak ada satu pun pembeli yang menghampiri, padahal seharian saya mengayuh gerobak. Mereka mungkin berpikir, burger itu pasti mahal. Padahal, sebenarnya tidak. Saya hanya mematok harga Rp 1.700 per buah. Baru setelah tahu murah, pembeli mulai ketagihan. Dalam sehari bisa laku lebih dari 20 buah.
Untuk mengembangkan usaha, saya mengajak ibu-ibu rumah tangga berjualan burger di depan rumah atau sekolah. Mereka ambil bahan dari saya dengan harga lebih murah. Sungguh luar biasa, upaya saya berhasil. Dalam dua tahun, gerobak burger saya beranak menjadi lebih dari 40 buah. Saya pun pensiun menjajakan burger berkeliling dan menyerahkan semua pada anak buah.
Tak berhenti sampai di situ, tahun 1996 saya mencoba membuat roti sendiri dan membuat inovasi cita rasa saus. Seminggu berkutat di dapur, hasilnya tak mengecewakan. Saya berhasil menciptakan resep roti dan saus burger bercita rasa lidah orang Indonesia. Rasanya jelas berbeda dengan burger yang dijual di berbagai restoran cepat saji.

Jumat, 08 April 2011

Kesalahan besar dari cara pandang kita selaku mahasiswa kebanyakan tentang dunia perkuliahan, adalah sempitnya pemahaman tentang esensi dari kuliah itu sendiri. Setelah lulus SMA, calon mahasiswa berbondong-bondong mencari tempat kuliah yang paling sesuai, baik sesuai dengan keinginan, kemampuan akademik serta kemampuan finansial. Bagi mahasiswa yang memang kuliah di kampus dan jurusan yang memang mereka inginkan dan pilih matang-matang, mungkin bisa tenang. Sementara bagaimana dengan kebanyakan kita yang kuliah di jurusan yang hanya ikut-ikutan, asal memilih atau karena sudah merupakan pilihan terakhir, karena di jurusan yang diinginkan tidak diterima. Tidak sedikit teman-teman mahasiswa yang menyatakan menyesal setelah menjalani kuliah 1 samapai 3 semester, karena merasa salah masuk jurusan. Kalau sudah begini, siapa yang akan disalahkan?
Sebenaranya penyesalan seperti itu ataupun keluhan-keluhan lain semasa kuliah tidak perlu ada, jika kita mengetahui esensi sesungguhnya dari kuliah. Alasan klasik rasanya jika kita megatakan bahwa tujuan kita kuliah adalah untuk menuntut ilmu, supaya jadi orang pintar. Banyak mahasiswa yang kuliah hanya ikut-ikutan teman atau sekedar untuk megisi waktu luang. Tak jarang juga mahasiswa yang kuliah hanya dalam rangka mendapatkan kertas ijzah sebagai modal menembus lowongan pekerjaan. Padahal pada kenyataannya, sudah ribuan lembar kertas ijazah yang dikeluarkan oleh negara ini, namun tetap tidak dapat menjamin masa depan para sarjana-sarjana Indonesia. Nampaknya kita harus kembali mendngarkan dan merenungi sebuah tembang milik Iwan Fals “Sarjana Muda” yang diciptakan bukan tanpa alasan.
Jika kita selaku mahasiswa masih berfikir bahwa kuliah hanya semata-mata untuk mencari ilmu, rasanya bodoh. Sadar atau tidak, Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia saat ini tak ubahnya perusahaan bisnis. Menjamurnya perguruan tinggi di Indonesia bukan hanya karena alasan ingin memajukan dunia pendidikan di Indonesia, namun juga dikarenakan orang-orang tertentu jeli melihat bahwa pendidikan adalah lahan bisnis yang sangat subur. Bayangkan saja, dengan menerima mahasiswa 2000 (dua ribu) orang mahasiswa baru, sebuah Perguruan Tinggi swasta dapat mengumpulkan uang lebih dari 20 Milyar rupiah di tahun pertama, bisa dibayangkan bagaimana di tahun berikutnya. Sehingga sadar atau tidak sadar, kita dalah komoditi bisnis, mahasiswa adalah uang.
Oleh karen itu para pemilik perguruan tinggi mulai beralih orientasinya, tidak lagi pada kualitas hasil lulusanya. Namun lebih kepada bagaimana Perguruan Tinggi tersebut dikenal masyarakat dan mendapatkan lebih banyak mahasiswa lagi pada tahun berikutnya.
Tidak banyak mahasiswa yang menyadari hal itu, karena hanyut dalam dunia semu perkuliahan dan berharap segera lulus kuliah, mendapatkan ijazah lalu mencari kerja. Indah sekali rasanya dunia ini jika dengan bermodalkan Ijazah maka semua sarjana dapat terjamin masa depannya. Jika kuliah tujuan utamanya hanya untuk mencari ilmu, mengapa harus kuliah? Mengapa tidak memilih kursus? Toh sebenarnya ilmu ada dimana-mana. Sudah begitu banyak kisah sukses pemuda-pemudi Indonesia yang bermodalkan Ilmu yang didapat bukan di bangku kuliah. Bahkan tak jarang, seseorang sukses melalui jalan yang jauh dari jurusan kuliah yang pernah digelutinya. Sahabat saya yang seorang dokter, kini memulih untuk menjadi penjual mie ayam, dan mulai membuka beberapa cabang.
Pesan orang tua ataupun keluarga yang mengatakan bahwa “Sekolahlah yang tinggi, cari ilmu yang banyak supaya mudah mencari kerja” tidaklah salah, karena tugasnya mahasiswa memang belajar dan menuntut ilmu. Tetapi tujuan dari kuliah, bukan hanya untuk mendapatkan ilmu. Kampus adalah kawah candradimuka bagi mahasiswa. Dalam cerita pewayangan jawa, kawah candradimuka telah membentuk sesosok manusia biasa menjadi seorang manusia luar biasa yang kita kenal dengan nama Gatot Kaca Otot Kawat Tulang Besi. Dan seperti itulah seharusnya misi setiap kampus atau perguruan tinggi, membentuk generasi muda menjadi kesatria-kesatria kehidupan yang bisa dengan gagah menjalankan kehidupannya sendiri tanpa tergantung orang lain, bahkan bisa membantu orang lain untuk bertahan hidup.
Tujuan kuliah sesungguhnya adalah membentuk karakter dan kepribadian mahasiswa serta memperkaya wawasan, sehingga cara pandangnya dalam menghadapi kehidupan dapat lebih luas. Jadi jika setelah wisuda kita hanya memiliki satu keahlian dan wawasan hanya disatu bidang yang kita geluti semasa kuliah, kita belum bisa dikatakan berhasil mencapai tujuan dari kuliah. Ingat!, ijazah bukan tujuan kuliah.
Sebagai mahasiswa kita seharusnya sudah tahu bahwa setelah wisuda harus memiliki hardskill dan softskill. Untuk memperolah hardskill jelas akan kita dapatkan dikelas perkuliahan yang diampu oleh dosen-dosen tertentu, itupun jika kita selama dikelas memperhatikan apa yang diajarkan dosen. Sementara softskill yang sebenarnya adalah ilmu yang lebih penting dan akan lebih berpengaruh pada kehidupan kita, hanya bisa kita dapatkan dikegiatan-kegiatan ekstra diluar rutinitas perkuliahan khususnya di dunia organisasi. Tentunya organisasi-organisasi positif yang tujuannya memang mengembangkan potensi, minat dan bakat para anggotanya baik dalam segi wawasan maupun dari segi kemampuan interpersonalskillnya. Dan setiap perguruan tinggi pasti memiliki organisasi kemahasiswaan yang memang disediakan untuk mereka yang tidak ingin hanya menjadi mahasiswa biasa.
Ada banyak ilmu dan kelebihan yang bisa dan seharusnya didapat oleh seoarang mahasiswa jika kita aktif di dunia organisasi. Dan hal-hal itulah yang nantinya akan lebih bermanfaat dan lebih berpengaruh terhadap kehidupan kita dimasa depan. Beberapa diantaranya :
Kepemimpinan :
Pada dasarnya semua manusia adalah pemimpin, paling tidak kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Namun jiwa kepemimpinan tidak sertamerta dapat kita miliki dan kuasai begitu saja. Perlu proses latihan yang tidak sedikit untuk bisa menjadi pribadi yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Dan organisasi merupakan tempat yang paling tepat untuk mengasah jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab, tentunya melalui berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang. Seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik cendrung lebih cepat berkembang dalam kariernya dibandingkan mereka yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Seorang pengusaha harus memiliki jiwa kepemimpinan untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya, karena akan berhubungan dengan orang lain yakni karyawan. Meskipun begitu, seorang karyawan pun harus memiliki jiwa kepemimpinan jika ingin naik pada posisi-posisi top management perusahaan tempat kita bekerja, tetapi jika kita sudah puas hanya dengan menjadi karyawan biasa maka tidak perlu memiliki jiwa kepemimpinan.
Percaya Diri :
Krisis percaya diri adalah penyakit yang sering menyerang mahasiswa Indonesia namun tidak disadari keberadaanya. Banyak diantara kita yang tidak menyadari bahwa krisis kepercayaan diri telah bersarang dalam diri dan jiwa kita. Padahal kepercayaan diri merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam melakukan berbagai hal. Tanpa kepercayaan diri, segala sesuatu tidak akan sempurna. Sebuah presentasi bisnis ataupun wawancara kerja, tidak akan berhasil dengan baik tanpa keparcayaan diri. Negosiasipun tidak akan berjalan dengan baik jika dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan diri. Dunia membutuhkan orang-orang yang berani tampil di depan. Ketika berada di kelas, saat dosen menawarkan kepada mahasiswa untuk bertanya jarang sekali yang akan memanfaatkannya, bukan karena sudah mengerti apa yang disampaikan oleh dosen, namun lebih dikarenakan tidak memiliki kepercayaan diri untuk bertanya. Dan di organisasi, kita akan berlatih bagaimana mengutarakan ide, bertanya, menyanggah hingga berdebat, untuk mempertahankan pendapat atau untuk mencapai suatu keputusan.
Relasi :
Relasi adalah hal yang sepele namun sangat berharga dan bermanfaat bagi kita dimasa depan. Banyak pelaku organisasi yang tidak menyadari pentingnya untuk membangun dan memperbanyak relasi. Padahal saat berada di dunia organisasi, terbuka lebar peluang untuk membangun dan memperbanyak deretan relasi dari berbagai kalangan. Yang dimaksud relasi bukan hanya deretan orang-orang penting atau berpengaruh yang kita kenal, tetapi semua orang mulai dari sesama anggota organisasi, anggota antar organisasi dikampus, organisasi antar kampus, dosen, karyawan, rektor, bahkan pelaku-pelaku bisnis yang bisa di dapat dengan bekerja sama saat penyelenggaraan sebuah kegiatan.
Kebanyakan pelaku organisasi kurang mahir dalam menjalin dan menjaga hubungan dengan relasi, padahal tidak menutup kemungkinan bahwa mereka adalah jembatan bagi karier kita dimasa depan. Sebuah kebiasaan baik yang perlu untuk dilakukan pelaku organisasi adalah jangan lupa untuk meminta kartu nama, setiap kali berkenalan dengan orang ataupun perusahaan baru. Bila perlu kita juga menyediakan kartu nama yang bisa mereka simpan. Itulah kebiasaan para pengusaha yang seharusnya sudah bisa mulai dipraktikkan sejak kita masih menjadi mahasiswa. Jika ingin sukses dan hidup bahagia perbanyaklah silaturahmi.
Surat-Menyurat dan Proposal :
Keterampilan surat menyurat dan adminsitrasi juga merupakan keahlian yang wajib dimiliki, dimanapun karier kita nantinya. Baik kita sebagai pengusaha ataupun pegawai disebuah perusahaan, pasti akan membutuhkan kemampuan ini. Di organisasi kita akan belajar bagaimana membuat surat-surat maupun proposal yang baik dan dapat diterima oleh orang lain. Kemampuan membuat surat dan proposal yang baik tidak dapat dikuasai secara instant seperti melalui kelas teori yang diberikan dosen. Karena untuk memiliki kemampuan tersebut kita harus melewati berbagai kesalahan dan latihan. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang kita miliki di organisasi untuk menguasai itu semua. Jangan hanya menjadi anggota penggembira dalam organisasi, tapi gali dan ambil seluruh ilmu yang ada di dalamnya.
Kemampuan Berargumentasi :
Kemampuan untuk menyampaikan ide atau pendapat serta mempertahankannya saat mendapat bantahan dari orang lain, merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh pengusaha, pimpinan proyek, serta orang-orang yang menduduki sebuah jabatan di bagian apapun dan di manapun. Kemampuan argumentasi ini juga diperlukan oleh mereka yang sedang menghadapi tes wawancara sebuah pekerjaan. Dengan berorganisasi kita akan terbiasa untuk berargumentasi melalui berbagai forum rapat maupun forum diskusi. Oleh karena itu, biasanya seorang aktivis organisasi akan lebih mudah untuk menjadi pimpinan ataupun menduduki jabatan tertentu serta melewati tes wawancara dari sebuah perusahaan, dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pengalaman organisasi sama sekali.
Birokrasi :
Sebagian orang mengatakan bahwa birokrasi di berbagai instansi maupun perusahaan tergolong rumit. Sehingga banyak diantara mereka yang mungkin trauma setelah merasakan birokrasi yang berbelit-belit dan terkesan di lempar sana-sini. Padahal jika sudah terbiasa dan mengerti, ya begitulah birokrasi yang memang harus melewati beberapa pintu. Dunia organisasi kampus merupakan simulasi dari Indonesia mini yang lengkap dengan berbagai simulasi birokrasi instansi yang dibuat nyata. Dimana terdapat badan eksekutif, legislatif maupun departemen-departemen yang dilambangkan dengan berbagai organisasi yang ada. Sehingga mahasiswa dapat mengerti seluk-beluk birokrasi dan bagaimana cara menembusnya.
Dengan berorganisasi kita akan mengetahui berbagai alur birokrasi, melalui berbagai kegiatan yang menuntut tembusnya proposal pengajuan dana. Bahkan peluang untuk merasakan birokrasi yang sesungguhnya pun terbuka lebar, dengan menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah maupun perusahaan untuk mensukseskan sebuah kegiatan dengan perjanjian tertentu. Terbiasa dan mengertinya kita dengan berbagai alur birokrasi, tentu akan mempermudah berbagai urusan kita dimasa depan.
Ilmu Komunikasi :
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan makhluk lainya. Dan untuk bisa berhubungan dengan manusia lainnya, maka kita harus berkomunikasi sebagaimana yang telah kita lakukan setiap hari. Namun dalam dunia kerja, dunia bisnis, dunia profesional maupun dunia masyarakat, ternyata komunikasi yang dibutuhkan tidak hanya sebatas mampu bicara dan mengerti apa yang dibicarakan orang lain. Ilmu komunikasi lebih luas dan lebih kompleks dari pemahamam kebanyakan orang selama ini. Siapa saja yang mampu menguasai ilmu komunikasi yang sesungguhnya, biasanya akan mendapatkan posisi atau perhatian yang lebih dari orang-orang di sekitarnya.
Di organisasi secara tidak langsung kita akan mempelajari Ilmu komunikasi yang juga diajarkan di Fakultas Ilmu Komunikasi, bahkan lebih luas lagi. Kita akan belajar dan mengerti bahwa untuk bekomunikasi dengan orang lain yang berbeda karakter dan sifat juga harus menggunakan cara yang berbeda. Kita akan belajar bagaimana berkomunikasi dengan satu orang ataupun dengan banyak orang, serta bagaimana untuk menjadi seorang mediator yang baik. Kita juga akan belajar bagaimana mengkomunikasikan gagasan atau ide agar dapat diterima orang lain, bahkan juga bagaimana mengkomunikasikan tentang kurang setujunya kita terhadap gagasan orang lain tanpa menyinggung perasaan pemiliki gagasan. Itu semua akan kita dapatkan dengan sendirinya tanpa kita sadari, jika kita mampu aktif dalam setiap kegiatan organisasi.
Ilmu Psikologi :
Setiap hari dan setiap waktu kita akan bertemu dengan banyak orang dengan berbagai sifat dan karakter. Untuk bisa bergaul dengan baik dengan setiap orang, tentu kita harus memahami karakter dan sifat masing-masing agar kita mampu menjadi orang yang menyenangkan dan bersahabat bagi mereka. Inilah sebabnya setiap orang seharusnya memiliki dasar-dasar psikologi meski hanya pada tataran sederhana sekalipun. Jika hendak menjadi seorang pemimpin ataupun pengusaha, paling tidak kita harus bisa mengetahui perbedaan karakter masing-masing orang dan bagimana cara menghadapi orang-orang dengan karakter terentu. Karena nantinya tentunya ita akan terus berhadapan dengan banyak orang yang akan menjadi anggota maupun karyawan kita.
Dengan ilmu psikologi sederhana yang didapat dalam organisai, kita akan belajar bagaimana mecari teman, bagaimana mengerti orang lain, bagaimana mempengaruhi orang lain, bagaiamana meminta orang lain untuk mau melakukan apa yang kita inginkan, serta belajar bagaimana memecahkan masalah orang lain dan diri sendiri.
Ilmu Management :
Ilmu pentinga yang terkandung dalam berbagai kegiatan organisasi selain melatih dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan jiwa kepemimpinan adalah ilmu manajemen, baik manajemen waktu, manajemen keuangan, manajemen administrasi, manajemen diri sendiri, manajemen orang lain maupun manajemen proyek atau kegiatan.
Banyak sahabat atau teman-teman kita diluar yang memilih kuliah diberbagai jurusan ilmu yang sebenarnya bisa didapatkan di dunia organisasi, termasuk ilmu manajemen. Dan ilmu-ilmu itu tidak akan pernah ada habisnya mulai dari strata 1 sampai mendapat gelar profesor sekalipun. Namun di dunia organisasi, memungkinkan kita untuk mendapatkan ilmu yang lebih nyata atas berbagai ilmu yang diajarkan dibangku kuliah jurusan ilmu manajemen dan yang lainnya, bahkan lebih.
Kematangan :
Kematangan jiwa atau kepribadian seseoarng, akan menentukan caranya menjalani dan menghadapi kehidupan yang lengkap dengan berbagai permasalahan dan tantangan. Sedangkan kematangan jiwa dan kepribadian seseorang, ditentukan oleh seberapa banyak masalah yang telah dilalui dan dihadapi serta diselesaikannya.
Di dunia organisasi kita akan menemukan banyak sekali masalah mulai dari yang sederhana hingga masalah yang sangat kompleks, baik yang hanya menyangkut diri sendiri hingga yang menyangkut orang lain bahkan menyangkut banyak orang. Berbagai masalah itulah yang dalam prosesnya akan membentuk karakter dan kematang jiwa ataupun kepribadian seseorang. Oleh karena itu jika kita memang dihadapkan oleh masalah jangan pernah lari, karena itu adalah ujian yang harus kita lewati untuk mencapai kematangan jiwa. Lari dari masalah tidak akan pernah menyelesaikan masalah tetapi akan memancing timbulnya masalah lain. Tak perlu takut dengan masalah karena sesungguhnya Allah SWT tidak akan memberi masalah kepada manusia di luar batas kemampuanya. Oleh karena itu tunjukkanlah kemampuan maksimal kita, untuk menghadapi berbagai masalah yang ada.
Prestasi :
Jangan bayangkan prestasi hanya dinilai dari angka-angka yang di dapat sekolah ataupun bangku kuliah. Juga prestasi tidak hanya bisa dicapai dengan mengikuti pertandingan ataupun perlombaan di berbagai bidang. Memang semua itu adalah prestasi yang luar biasa jika kita dapat mencapainya, namun esensi dari prestasi itu sendiri bukanlah hanya sekedar memenangkan sebuah perlombaan. Jika kita mau melihat lebih dalam dari makna prestasi itu sendiri, maka kita akan menyadari bahwa yang dimaksud dengan prstasi disini adalah saat kita mampu mengoptimalkan atau mencapai batas akhir dari kemampuan kita.
Saat kita telah berhasil mencapai batas akhir dari kempuan, tentu kita akan memiliki motivasi yang lebih besar lagi untuk meningkatkan kemampuan kita. Oleh karena itu tidak perlu takut untuk mengikuti berbagai kegiatan ataupun mendapat tanggung jawab, karena itulah bagian dari kesempatan untuk melihat sejauh apa kemampuan diri kita. Keberhasilan kita menyelsaikan atapun melaksanakan tanggung jawab dengan baik, tidak jauh berbeda nilainya dengan menjadi juara nasional lari 100 meter atapun prestasi lainnya. Jadi, selamat berorganisasi dan selamat berprestasi!
Berwawasan Luas :
Jika kita kuliah di jurusan manajemen, maka kita akan mendapatkan berbagai ilmu tentang manajemen. Jika kita kuliah di bidang Teknologi Informasi, kita akan mendapatan berbagai ilmu tentang Teknoloi Informasi. Begitupun jika kita kuliah di jurusan psikologi, ekonomi, arsitek dan berbagai jurusan lainnya, kita hanya akan mendapatkan berbagai ilmu dari bidang kuliah kita saja. Namun jika kita berorganisasi, berbagai ilmu dapat kita rengkuh sekaligus tanpa harus mengikuti perkuliahan.
Berbagai hal yang telah disebutkan di atas adalah sebagian ilmu yang akan kita dapatkan selain ilmu dari bidang kuliah kita, jika kita aktif dalam berbagai kegiatan organisai. Karena memank sudah seharusnya kemampuan hardskill yang kita dapatkan dibangku kuliah, didampingi dengan berbagai keterampilan softskill yang didapat melalui berorganisasi. Dan yakinlah itu semua jauh lebih berharga dari pada kita hanya menjadi mahasiswa biasa, yang hanya berkutat di bidang itu-itu saja. Dengan berorganisasi kita akan terlatih untuk berfikiran luas dan mengikuti berbagai perkembangan informasi yang ada serta dapat memandang informasi-informasi tersebut dari berbagai sudut.
Beberapa point yang dijelaskan diatas hanya sebagian dari apa yang akan kita dapatkan jika kita berorganissi. Dan semua itu akan semakin meningkat dan terasah jika kita memaksimalkannya dnegan sering membaca buku-buku pengembagan diri dan motivasi, yang bertebar diberbagai toko buku dan perpustakaan. Berorganisasilah!!! Maka kita akan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga bagi hidup kita. Dan manfaat dari itu semua baru akan terasa beberapa tahun kemudian, saat kita harus bertarung melawan kehidupan.
Setelah hampir dua puluh tahun, saya bertemu lagi dengan seorang sahabat lama. Dulu, saya mengenalnya sebagai seorang yang amat sangat kaya. Ketika saya ke sekolah hanya berjalan kaki, dia sudah merasakan nikmatnya mobil mewah dengan uang berlimpah. Saya pun seringkali jadi ikut merasakan kemewahan itu.

Saat ini saya bertemu kembali dalam kondisi yang amat sangat berubah. Dia mengaku telah dipisahkan oleh keluarga besarnya. Ujung-ujungnya, dia mengeluh kesulitan untuk membayar uang sekolah anaknya. Meski sulit untuk percaya, saya pun sulit untuk tidak membantunya karena ingat kebaikannya ketika bersama dulu. Belakangan saya baru sadar bahwa dia telah tega membohongi saya.

Ini cerita kedua, masih tentang sahabat lama saya. Kebalikannya, saya mengenalnya dulu sebagai sahabat yang sederhana. Dia tidaklah kaya dan ekonominya bisa dibilang biasa-biasa saja. Terakhir kali saya bertemu dengannya, saya hampir tak percaya dibuatnya. Dia baru saja menemukan sebuah bisnis baru yang menjadikannya amat sangat kaya.

Gaya dan penampilannya menjadi sungguh berbeda. Belakangan saya tak tahu lagi dia ada di mana. Kabarnya, dia terpaksa bersembunyi untuk menghindari banyak orang yang konon telah menjadi korban dari bisnis yang semula dibanggakannya itu. Hidupnya bak sebuah sandiwara, kekayaan begitu cepat tiba dan secepat itu pula menghilang darinya.

Kisah nyata tentang dua sahabat itu, menjadikan saya berpikir ulang tentang arti sebuah kekayaan. Tentu yang saya maksudkan kekayaan secara ekonomi atau materi. Rasanya, tak ada satu pun dari kita yang tak ingin menjadi kaya. Ketika nafsu menjadi kaya sedemikian hebat, seringkali kita terpacu untuk melakukan segala-galanya.

Kita menjadi begitu terlena untuk tak lagi memikirkan cara dan sumbernya. Dan ketika kekayaan menjadikan hidup kita berlimpah, kita pun kemudian menginginkan segalanya bertambah. Kata satu tak lagi cukup untuk memuaskannya. Segalanya harus dua, tiga dan lebih banyak lagi.

Memang tidak ada yang salah dengan menjadi kaya. Sikap sayang terhadap diri dan anak cucu kita, seringkali diwujudkan dengan simbol-simbol yang mampu menjadikan kita merasa kaya. Kita selalu diajarkan dan dibekali ilmu untuk menjadi orang sukses. Kekayaan seringkali menjadi salah satu tolok ukurnya.

Bahkan, Robert T. Kiyosaki pun saat ini menjadi lebih kaya raya. Itu terjadi setelah serial bukunya tentang ilmu menjadi kaya (rich dad, poor dad) ternyata laris di mana-mana. Semua orang begitu ingin dan siap untuk kaya, tapi lupa untuk menjawab satu hal. Siapkah kita ketika kekayaan tak lagi berkenan untuk menyertai kita?

Bagi saya, ilmu menjadi kaya tidaklah cukup dan menyelesaikan segala-galanya. Kita juga perlu belajar tentang sebaliknya, ilmu untuk menjadi miskin. Tentu yang saya maksudkan bukanlah kita harus miskin dalam arti sebenarnya. Kita perlu belajar tentang manajemen kemiskinan, bagaimana seharusnya kita bersikap dan siap untuk merasakannya. Sepertinya kita tidak banyak mengenal dan belajar tentang ilmu itu. Kalau pun pernah ada, harus diakui, seakan sudah sedemikian menjauh dari lingkungan sekitar kita.

Sekali lagi, kita selalu siap untuk menjadi kaya tapi sulit menerima ketika kemiskinan tiba. Saya sendiri juga ingin kaya, tapi kekayaan untuk selalu bisa tersenyum menghadapi dunia ini apa adanya. Mudah-mudahan catatan sederhana ini mampu memunculkan sebuah benang merah yang bisa kita petik sebagai hikmah.